OMPITV.COM – Belakangan ini, media sosial Indonesia dihebohkan dengan tagar #KaburAjaDulu yang mendadak viral. Ribuan anak muda Indonesia curhat keinginan mereka untuk meninggalkan tanah air dan menetap di luar negeri. Mulai dari alasan ekonomi, pendidikan, sampai tekanan sosial — fenomena ini bikin banyak pihak bertanya-tanya: kenapa sih generasi muda Indonesia pengen ‘kabur’?
1. Generasi Z Makin Realistis: Hidup di Indonesia Nggak Semudah Itu
Banyak Gen Z merasa realita hidup di Indonesia tidak seindah motivasi di seminar. Biaya pendidikan tinggi, sulitnya cari kerja, sampai minimnya jaminan sosial membuat banyak dari mereka merasa tidak punya masa depan cerah di negeri sendiri.
Salah satu pengguna X (Twitter) menulis:
“Gaji UMR tapi harga hidup standar Eropa. Mending sekalian pindah ke Eropa sekalian kan?”
Curhatan semacam ini mendapat ribuan retweet dan komentar, memperlihatkan bahwa keresahan ini bukan kasus individu.
2. Sosial Media = Jendela Dunia: Hidup di Luar Negeri Terlihat Lebih Menjanjikan
Dari TikTok sampai YouTube, banyak konten kreator Indonesia yang tinggal di luar negeri membagikan gaya hidup yang tampak lebih sejahtera dan bebas tekanan sosial. Ini memicu rasa penasaran, bahkan rasa iri:
“Lihat orang Indo kerja di Jepang, Jerman, atau Aussie kok kayaknya hidupnya enak banget, ya?”
Apalagi dengan algoritma yang terus menampilkan konten serupa, ilusi bahwa “hijrah ke luar negeri = hidup bahagia” pun makin kuat.
3. Bukan Sekadar Gaya-Gayaan, Ini Tanda Krisis Nasional?
Fenomena #KaburAjaDulu bukan cuma tren sesaat. Ini bisa jadi sinyal bahwa Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan generasi muda terhadap sistem sosial dan ekonomi nasional.
Jika tren ini terus dibiarkan, brain drain atau migrasi sumber daya manusia berkualitas ke luar negeri bisa memperburuk kualitas SDM dalam negeri di masa depan.
Bukan Anti-Negara, Tapi Butuh Harapan
Anak muda yang ikut tren #KaburAjaDulu sebenarnya bukan membenci Indonesia, tapi mereka merasa kurang punya ruang untuk berkembang. Pemerintah, institusi pendidikan, dan pelaku industri harus lebih sigap membaca sinyal ini. Kalau tidak, yang tersisa nanti hanya orang-orang yang bertahan, bukan mereka yang penuh potensi.
0Comments